MASSA.ID, Jakarta – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, M. H. Said Abdullah, menanggapi keras kebijakan tarif baru sebesar 32% yang dijatuhkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap Indonesia. Said menyebut, langkah Trump ini bukan bentuk resiprokal atau timbal balik, melainkan keputusan sepihak yang justru mengorbankan banyak negara.
“Kebijakan pemerintah Amerika Serikat saat ini dengan kepemimpinan Donald Trump, itu nampaknya memang mengabaikan dengan sengaja organisasi internasional. PBB sudah tidak dianggap, World Bank sengaja dilemahkan, IMF sami mawon,” kata Said kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025).
Said menegaskan, kebijakan tarif yang disebut Trump sebagai “resiprokal” sebenarnya tidak memiliki semangat kerja sama dan keadilan antarnegara. Sebaliknya, keputusan itu hanya menguntungkan kepentingan sepihak Amerika Serikat.
“Kan tidak bisa ada istilah tarif resiprokal, kalau memang arti harafiah Indonesia-nya itu tarif timbal balik, yang kami rasakan atau setiap negara dari 105 negara yang mendapatkan tarif sepihak atau istilah Trump resiprokal timbal balik, justru semua negara itu menjadi tumbal, tumbal kepentingan sepihak Amerika,” tegas legislator yang juga menjabat Ketua DPP PDI Perjuangan itu.
Ia juga mengingatkan sejarah, bagaimana Amerika Serikat dulunya tumbuh besar dan dihormati di mata dunia karena sikap gotong royong membangun ekonomi global pasca Perang Dunia II. Namun, kebijakan terkini justru bertolak belakang.
“Padahal Amerika Serikat itu jadi besar, Amerika itu dihormati ketika pasca perang dunia kedua karena mau membangun bersama-sama. Sekarang tampaknya Presiden Amerika Serikat mau membangun Amerika Serikat saja, negara lain dianggap nothing, dan itu bahaya,” ujar Said.
Sebagai langkah strategis, Said mendorong pemerintah Indonesia memperkuat pondasi ketahanan ekonomi nasional, termasuk memperbaiki pengelolaan fiskal dan mempercepat deregulasi agar semakin ramah bagi investor asing.
“Oleh karenanya bagi kita, ayo ketahanan ekonomi kita, pondasi ketahanan ekonomi kita lebih diperkuat lagi, kita lebih hati-hati mengelola fiskal kita dan mari kemudian lakukan deregulasi secepatnya, agar kita menjadi ramah terhadap investor dari luar,” kata Said.
Meski begitu, ia menegaskan pentingnya tetap melakukan diplomasi dan negosiasi secara aktif dengan Amerika Serikat, untuk menuntut perdagangan yang adil.
“Memang, kami akan mendorong pemerintah Indonesia untuk terus melakukan negosiasi, tapi tetap dalam negosiasi itu kerangkanya kita minta perdagangan yang adil, tarif yang adil,” pungkasnya.
Kebijakan tarif tinggi dari AS ini dikhawatirkan dapat berdampak pada ekspor nasional, sektor industri, hingga daya saing produk Indonesia di pasar global.***