MASSA.ID – Ketika membicarakan sejarah perdagangan dunia, seringkali narasi yang muncul berpusat pada catatan bangsa Eropa. Buku-buku sejarah yang ditulis selama masa kolonial cenderung menampilkan gambaran bahwa kota-kota pelabuhan di Asia Tenggara baru dikenal setelah kedatangan Portugis, Belanda, atau Inggris.
Padahal, menurut Buku Sejarah SMA/SMK kelas XI Kemendikbudristek (2021), jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa, Nusantara sudah memiliki saudagar dan penguasa lokal yang kaya, berkuasa, serta mampu menjalin hubungan dagang lintas benua. Mereka tidak hanya berdagang, tetapi juga berperan aktif dalam membangun jaringan politik, bahkan melakukan perlawanan terhadap dominasi asing.
Dengan kata lain, sejarah perdagangan internasional Nusantara tidak dimulai oleh bangsa Eropa, melainkan sudah berjalan berabad-abad sebelumnya.
Posisi Strategis Nusantara di Jalur Perdagangan Dunia
Secara geografis, Nusantara berada di titik pertemuan jalur perdagangan internasional yang menghubungkan India dan Cina. Kondisi ini membuat wilayah kepulauan Indonesia menjadi kawasan yang sangat penting dalam lalu lintas dagang global sejak awal Masehi.
Sejarawan Vadime Elisseeff (2000) mencatat bahwa jalur pelayaran dari Cina menuju Kalkuta (India) harus melewati Selat Malaka. Selat ini berfungsi sebagai pintu gerbang antara:
- Dunia Arab dan India di barat laut Nusantara.
- Cina di timur laut Nusantara.
- Pelabuhan-pelabuhan besar di Samudera Hindia dan Teluk Persia.
Rute pelayaran yang ramai sejak abad ke-2 Masehi mendorong tumbuhnya kota-kota pelabuhan besar di Nusantara, di antaranya:
- Malaka – pusat perdagangan internasional abad ke-15.
- Samudera Pasai – kerajaan Islam pertama di Nusantara yang terkenal sebagai pelabuhan emas.
- Jambi (Sriwijaya) – penguasa Selat Malaka sejak abad ke-7.
- Banten – pusat lada di Jawa Barat.
- Lasem, Tuban, Gresik – pelabuhan penting di pantai utara Jawa.
- Makassar – simpul perdagangan timur Indonesia.
Kota-kota pelabuhan ini menjadi magnet bagi pedagang dari Arab, India, Cina, hingga Afrika Timur.
Kerajaan Sriwijaya: Penguasa Jalur Dagang Asia Tenggara
Salah satu kerajaan terbesar yang muncul dari jaringan perdagangan ini adalah Sriwijaya. Berpusat di muara Sungai Batanghari (Jambi dan Palembang sekarang), Sriwijaya menguasai jalur Selat Malaka sejak abad ke-7 hingga abad ke-13.
Dengan armada laut yang kuat, Sriwijaya mampu:
- Mengendalikan perdagangan rempah, emas, dan hasil bumi Nusantara.
- Menarik upeti dari kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.
- Memberikan perlindungan bagi pedagang asing yang berlayar di wilayah kekuasaannya.
Selain sebagai pusat perdagangan, Sriwijaya juga terkenal sebagai pusat agama Buddha. Banyak biksu dari India dan Cina belajar di Sriwijaya, termasuk I-Tsing, seorang biksu Tiongkok terkenal pada abad ke-7.
Dinamika Politik Nusantara dalam Jaringan Perdagangan
Perdagangan tidak hanya melahirkan kemakmuran, tetapi juga membangun kekuatan politik. Kerajaan besar seperti Kalingga (Jawa Tengah), Tarumanegara (Jawa Barat), Singasari, dan Majapahit (Jawa Timur) memainkan peran penting dalam dinamika ini.
Hubungan antara kerajaan besar dan kerajaan kecil atau saudagar lokal dibangun atas dasar keuntungan timbal balik:
- Kerajaan besar memberikan perlindungan dan prestise bagi kerajaan kecil atau komunitas pedagang.
- Kerajaan kecil memberikan upeti, kesetiaan, dan komoditas yang kemudian diperdagangkan ke jaringan internasional.
Namun, hubungan ini bersifat dinamis. Jika kerajaan besar dianggap tidak mampu memberikan rasa aman, maka kerajaan kecil bisa membelot dan mencari perlindungan pada kerajaan lain yang lebih kuat.
Inilah gambaran nyata bahwa politik Nusantara sebelum kedatangan Eropa sudah memiliki sistem diplomasi dan aliansi yang kompleks.
Saudagar Lokal: Aktor Utama Perdagangan Internasional
Selain raja dan kerajaan, para saudagar lokal Nusantara juga memainkan peran penting. Mereka menjadi penghubung antara:
- Pedagang asing dari Arab, India, Cina, dan Persia.
- Petani dan nelayan lokal yang menghasilkan komoditas dagang seperti beras, rempah, emas, dan hasil laut.
Para saudagar ini tidak hanya berdagang, tetapi juga memiliki pengaruh politik. Beberapa bahkan mampu mendirikan kerajaan atau menjadi penasihat penting bagi penguasa.
Contohnya, banyak saudagar di pesisir utara Jawa yang kemudian mendukung tumbuhnya kesultanan Islam seperti Demak dan Banten.
Selat Malaka: Jantung Perdagangan Dunia
Selat Malaka adalah kunci dari seluruh jaringan perdagangan internasional. Setiap kapal dari Cina menuju India atau sebaliknya harus melewati jalur ini. Oleh karena itu, siapa pun yang menguasai Selat Malaka akan memiliki pengaruh besar dalam perdagangan global.
Tidak heran jika sejak dulu, banyak kerajaan dan kota pelabuhan berlomba-lomba menguasai wilayah ini, mulai dari Sriwijaya, Samudera Pasai, Malaka, hingga Aceh.
Ketika Portugis datang pada abad ke-16, mereka menyadari betapa strategisnya Selat Malaka. Penaklukan Malaka pada tahun 1511 oleh Alfonso de Albuquerque adalah bukti bahwa Selat ini dianggap sebagai pintu emas perdagangan dunia.
Kehadiran Bangsa Eropa: Babak Baru dalam Sejarah Nusantara
Kejayaan perdagangan Nusantara akhirnya menarik perhatian bangsa Eropa. Mereka datang bukan hanya untuk berdagang, tetapi juga untuk memonopoli jalur perdagangan rempah-rempah.
- Portugis menguasai Malaka pada 1511.
- Spanyol membangun basisnya di Filipina, lalu menjalin hubungan dengan Tidore dan Ternate.
- Inggris melakukan ekspedisi ke Nusantara pada 1579.
- Belanda tiba di Banten pada 1596 dan mendirikan VOC pada 1602.
Namun, penting dicatat bahwa kedatangan Eropa hanyalah babak baru, bukan awal dari sejarah perdagangan Nusantara.
Sejarah menunjukkan bahwa perdagangan internasional Nusantara sudah berjalan lama sebelum kedatangan bangsa Eropa. Dengan posisi geografis strategis, Nusantara menjadi pusat lalu lintas dagang antara India, Cina, Arab, hingga Eropa.
Kota-kota pelabuhan seperti Sriwijaya, Malaka, Banten, Gresik, dan Makassar menjadi simpul penting dalam jaringan dagang dunia. Saudagar dan penguasa lokal tidak hanya berdagang, tetapi juga membangun dinamika politik, diplomasi, dan kekuatan militer.
Kedatangan bangsa Eropa memang membawa perubahan besar, tetapi bukan berarti mereka yang memulai sejarah perdagangan Nusantara. Justru, mereka masuk ke panggung yang sudah lama ada dan berusaha menguasai jaringan yang telah terbentuk.***