Hadapi Tarif Resiprokal AS, Presiden Prabowo Siapkan Strategi Deregulasi dan Perluas Pasar Ekspor

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kiri), didampingi Wamen Investasi dan Hilirisasi sekaligus Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu (kiri), Wakil Ketua DEN Mari Elka Pangestu (kedua kanan), dan Wamenlu Arrmanatha Nasir (kanan), memberikan keterangan terkait perkembangan dan persiapan pertemuan dengan AS terkait tarif perdagangan di Jakarta. (ANTARA FOTO/ Akbar Nugroho Gumay)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kiri), didampingi Wamen Investasi dan Hilirisasi sekaligus Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu (kiri), Wakil Ketua DEN Mari Elka Pangestu (kedua kanan), dan Wamenlu Arrmanatha Nasir (kanan), memberikan keterangan terkait perkembangan dan persiapan pertemuan dengan AS terkait tarif perdagangan di Jakarta. (ANTARA FOTO/ Akbar Nugroho Gumay)

MASSA.ID, JAKARTA — Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto tengah menyiapkan sejumlah langkah strategis menghadapi guncangan global akibat kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat (AS) yang diberlakukan sejak 2 April 2025.

Kebijakan tersebut diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump, yang menerapkan tarif tambahan sebesar 32 persen terhadap barang dari negara-negara yang mengalami surplus perdagangan dengan AS, termasuk Indonesia. Kebijakan ini berdampak signifikan terhadap ekspor utama Indonesia seperti elektronik, tekstil, alas kaki, hingga produk perikanan.

Namun, secara mengejutkan, Presiden Trump menunda penerapan tarif ini selama 90 hari bagi 56 negara, kecuali Republik Rakyat Tiongkok (RRT), yang merespons kebijakan AS dengan retaliasi tajam seperti menaikkan tarif barang-barang AS hingga 145 persen dan larangan non-tarif lainnya.

Menanggapi situasi ini, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto langsung melakukan koordinasi dengan negara-negara ASEAN yang juga terdampak. Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang saat ini menjabat sebagai Ketua ASEAN, disepakati pentingnya pendekatan kolektif ASEAN terhadap kebijakan AS.

BACA JUGA:  Lawatan Presiden Prabowo ke Timur Tengah dan Turkiye Hasilkan Sejumlah Perjanjian Strategis

“Perlu dilakukan sinkronisasi antar negara-negara ASEAN karena dari 10 negara ASEAN, semua terkena dampak kebijakan tarif resiprokal AS sehingga perlu secara kolektif membangun komunikasi dan engagement dengan Pemerintah AS,” tegas Airlangga.

Indonesia juga memanfaatkan berbagai perjanjian perdagangan seperti Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) untuk membuka ruang dialog dan peluang negosiasi dagang bilateral dengan AS.

Dalam Pertemuan Menteri Keuangan ASEAN, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa kebijakan tarif tersebut bertentangan dengan prinsip rule-based system perdagangan global seperti yang dijalankan oleh World Trade Organization (WTO) dan Bretton Woods Institutions.

BACA JUGA:  Investasi Emas, Pilihan Aman di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global

“Sistem yang sebenarnya diciptakan sendiri oleh Amerika Serikat setelah Perang Dunia II untuk menciptakan kemajuan ekonomi bersama, namun memicu relokasi pabrik/manufaktur keluar Amerika Serikat dan menciptakan pengangguran,” kata Menkeu Sri Mulyani, Kamis (10/4/2025).

Pemerintah mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebagai bantalan fiskal menghadapi krisis. Sebesar Rp504,7 triliun telah dialokasikan untuk program perlindungan sosial, termasuk subsidi energi, BLT desa, dan KUR berbunga rendah.

Selain itu, pemerintah mempercepat langkah deregulasi dengan menyederhanakan perizinan dan memangkas tarif bea impor seperti PPh impor dari 2,5% menjadi 0,5%, serta tarif bea masuk dari 5-10% menjadi 0-5%.

Presiden Prabowo juga mendorong diversifikasi pasar ekspor dengan menjalin kerja sama dagang baru. Indonesia kini resmi bergabung dengan aliansi ekonomi BRICS (Brazil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan), serta telah menandatangani perjanjian multilateral seperti RCEP dan CP-TPP.

BACA JUGA:  Indonesia Siapkan Diplomasi Dagang Hadapi Kebijakan Tarif Resiprokal AS

Menurut anggota DPR RI Novita Haridi, langkah ini sangat tepat untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar AS.

“Terdapat beberapa dampak positif meski terbatas, bagi ekonomi dalam negeri, khususnya segmentasi pelaku usaha menengah-bawah, dari adanya kebijakan tersebut,” jelasnya.

Dalam forum ekonomi nasional, Presiden Prabowo menerima berbagai masukan dari pelaku usaha, serikat pekerja, dan ekonom. Usulan pembentukan Satgas PHK, insentif bagi industri padat karya, serta penyederhanaan birokrasi investasi menjadi perhatian utama dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Dengan berbagai langkah tersebut, Indonesia menunjukkan kesiapan menghadapi dinamika global serta memperkuat daya saing dan kemandirian ekonomi nasional di tengah ketidakpastian dunia.***